Lobster Air Tawar ala BUM Desa di Bondowoso

Berdesa

Penulis:Bearita.com

“Kami sudah berjejaring dengan sejumlah pengusaha di Mojokerto, Banyuwangi, dan Malang. Itu untuk pasca panennya, ketika lobster sudah siap jual."

Bearita.com- Udang di Bondowoso sudah lama dikenal luas. Lobster air tawar, ini baru keren. Lobster ukuran jumbo mudah dilihat di laut. Bondowoso tidak punya pantai, tapi mampu merintis lobster air tawar.

BUM Desa Mandiri Jaya, Desa Tangsil Kulon, Tenggarang, Bondowoso, berdiri sejak 2016 lalu, dengan Peraturan Desa (Perdes) Tangsil No. 5 tahun 2016. Awalnya, BUM Desa ini mengandalkan usaha simpan pinjam dan penyewaan sound system. Namun karena suatu hal, bisa jadi problem manajemen, usaha ini tidak berjalan maksimal. Pengurus yang hari ini terbentuk, dengan Perdes Tangsil No. 5 Tahun 2020, hanya berikhtiar mengamankan aset yang ada. Selebihnya, pengurus mencoba mengembangkan usaha berbeda, yang lebih prospek tentunya.

Athour Rahman, Ketua BUM Desa Mandiri Jaya, yang kini menahkodai Badan Usaha Milik Desa di tempat tinggalnya ini, bersama jajaran pengurus sudah mempelajari peluang pasar. Salah satu usaha yang memiliki prospek bagus adalah lobster air tawar.

Pasca Kepala Desa definitif telah dilantik, kepengurusan BUM Desa berganti. Modal BUM Desa masih mengandalkan SiLPA 2019, dari anggaran BUM Desa yang tidak terserap senilai Rp 50 juta.

“Tak terserap itu, lantaran  Desa Tangsil Kulon mengalami beberapa kali pergantian kepempinan. Setelah Plt (Pelaksana Tugas) Kepala Desa berakhir pada November 2018, berlanjut Penjabat Kepala Desa hingga November 2019 dan Desember 2019, dan Kades dilantik menjelang tahun 2020. BUM Desa berhasil aktif dan bergerak kembali,” imbuh Fiqi Abdilla Ansori, Pendamping Desa Kecamatan Tenggarang.

Sebagai ketua BUM Desa yang baru, Athour Rahman sebenarnya bisa saja mengelola anggaran BUM Desa senilai Rp 100 juta pada 2020. Hanya saja, anggaran itu masih dialihkan sebagai BLT DD untuk 158 KPM yang hampir mencapai Rp 300 juta selama 3 bulan (pertama), sejak April, Mei dan Juni. Resiko kebijakan mendadak yang menghantam kewenangan lokal berskala Desa (mengatur, mengurus dan memutuskan urusan BUM Desa).

Modal Rp 50 juta berhasil dibelanjakan BUM Desa dengan mendapatkan sekitar 1.700 lobster lengkap dengan peralatannya. Ada yang dijadikan indukan 100 ekor, pejantan 50 ekor. Lobster disiapkan untuk memenuhi permintaan dari luar Bondowoso.

Athour Rahman yang akrab disapa Atok ini berhitung, jika 100 ekor indukan bertelur 200 butir, itu artinya ada 20 ribu anakan lobster. Jika anakan itu berusia 1-2 bulan dihargai Rp 5.000, maka akan terkumpul dana Rp 100 juta dari hasil penjualan lobster kecil. Bahkan jika yang besar-besar dijual, untuk paket jantan betina siap bertelur senilai Rp 500 ribu - 750 ribu dikalikan 100 paket, maka nominal yang diperoleh akan jauh melebihi modal awal yang digunakan.

Tapi, Atok tidak akan melakukan itu. Bahkan, pembeli dari Bali, yang membutuhkan daging lobster segar, tidak dipenuhi oleh BUM Desa. Karena dari lobster dan anakan yang ada masih akan dikembangkan lagi, untuk disebarluaskan kepada masyarakat sekitar. Masyarakat akan dilibatkan dalam bisnis lobster ini, dengan system kemitraan dengan BUM Desa. Nah, disinilah kerennya BUM Desa Mandiri Jaya ini.

“Kami sudah berjejaring dengan sejumlah pengusaha di Mojokerto, Banyuwangi, dan Malang. Itu untuk pasca panennya, ketika lobster sudah siap jual. Tapi sekarang, kami targetkan budidaya bersama masyarakat sekitar. Jika anakan lobster siap disebarluaskan, maka masyarakat sekitar akan kita ajak bermitra. Target awal 10-20 mitra. Masih kita data siapa saja yang mau”, ungkap Atok yang alumni Ponpes Sukorejo Situbondo ini.

Atok ini juga mengatakan, lobster air tawar yang dikelola oleh BUM Desa merupakan core business (bisnis utama). Tentu saja pengembangan budidaya lobster ini membutuhkan modal yang tidak sedikit. Karena itu, kedepan Atok akan berjejaring dengan perbankan.

“Masyarakat yang akan bermitra dengan kami tentu akan diedukasi, dilatih terlebih dahulu oleh BUM Desa. Mereka hanya sediakan lahan. Sedangkan perlengkapan lainnya, mulai dari bibit, pakan, dan lain sebagainya, pembiayaannya dari BUM Desa. Jika kebutuhannya lebih besar, kita minta dari perbankan pembiayaannya. Setor bayarnya nanti tetap ke BUM Desa,” tambah Atok.

Atok ingin membuktikan, bahwa BUM Desa dengan modal tak seujung-kuku BUMN, yang modalnya juga ditambah bondo nekat, juga bisa berkarya untuk bangsa.

“Karena mendapat amanah sebagai ketua BUM Desa, maka saya ingin melaksanakan wasiat guru saya, KHR As’ad Syamsul Arifin, untuk menjadi pejuang ekonomi kerakyatan. Dan, itu bisa kita mulai dari Desa”, ungkapnya penuh semangat.

Atok optimis, jika ada puluhan masyarakat yang bermitra dengan BUM Desa, maka bukan hanya stok lobster yang akan melimpah, tapi pemberdayaan akan berjalan, roda perekonomian masyarakat sekitar juga akan membaik. (*)

Kontributor: Andiono Putra, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) P3MD Kementerian Desa PDTT; Ketua PC LTN NU Bondowoso

Editor: ASP

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved