Inilah Penyebab Tragedi Simpang KKA di Aceh

Sejarah

Aceh, 3 Mei 1999

Penulis:Bearita.com

Aceh mengalami peristiwa memilukan yang merenggut banyak korban jiwa dari sisi penduduk sipil. Ketika itu GAM (Gerakan Aceh Merdeka) sedang mengalami kemajuan dari segi gerakan dan dukungan.

Sehingga pemerintah dalam hal ini militer sangat sensitif dengan segala hal yang terorganisir berada di tanah serambi Mekkah ini.

Peristiwa tersebut adalah Tragedi Simpang KKA. Dinamakan demikian karena merujuk pada lokasi dimana konflik besar ini terjadi yakni di persimpangan di depan PT Kertas Kraft Aceh (KKA), Kecamatan Dewantara, Aceh Utara.

Mari merawat ingatan terhadap kasus yang sampai detik ini masih belum ada kejelasan dan terus dipertanyakan oleh para korban dan komnas HAM ini.


30 April 1999 warga desa Cot Murong, Lhoksumawe sedang mengadakan rapat besar dalam rangka menyambut tahun baru islam 1 Muharram. Namun disinyalir oleh para militer bahwa rapat besar tersebut adalah sebuah agenda pertemuan GAM.

Bahkan isunya, ceramah yang akan dibawakan pada acara Puncak perayaan tahun baru islam itu akan berisi dukungan akan berdirinya GAM.

Di waktu bersamaan, salah satu anggota militer dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom berpangkat sersan hilang. Saat itu ia dalam posisi bertugas untuk menyusup ke masyarakat Cot Murong untuk mengetahui agenda ceramah tersebut.

Pasukan militer Detasemen Rudal menanggapi hilangnya anggota tersebut dengan melancarkan operasi pencarian masif yang melibatkan berbagai satuan, termasuk brigadir mobil (Brimob). Truk militer memutar2i perkampungan malam itu dalam misi mencari sang anggota yg hilang.

Truk militer memutar mutari perkampungan desa malam itu dalam misi mencari sang anggota yg hilang. Mereka mengancam akan menembaki warga jika anggotanya sampai tidak ditemukan

20 orang penduduk kemudian ditangkap saat melakukan penyisiran di desa itu. Sayangnya penangkapan ini dilakukan berbarengan dengan tindak kekerasan tanpa terlebih dahulu dimintai keterangan. Para korban mengaku dipukul, ditendang, dan diancam oleh aparat.

Tidak terima, Warga desa kemudian mengirim utusan ke komandan TNI setempat untuk bernegosiasi dan melaporkan hal tersebut. Komandan TNI berjanji aksi ini tidak akan terulang lagi dan tidak akan ada militer masuk desa Cot Murong lagi.

Namun alih alih tidak lagi menganggu ketentraman warga Cot Murong, pada tanggal 3 Mei 1999 4 truk (ada juga yg menyebutkan 1 truk) pasukan TNI diturunkan di Desa Lancang Barat yang bersebelahan persis dengan Desa Cot Murong. TNI dinyatakan sudah melanggar perjanjiannya

Warga kemudian berunjuk rasa di Simpang KKA, mereka memprotes penganiayaan yang dilakukan TNI kepada 20 rekan mereka. Selain itu mereka juga merasa dirugikan karena dituduh sebagai simpatisan GAM tanpa bukti sehingga diintimidasi sedemikian rupa di tanggal 30 April silam.

Selain itu warga juga menuntut TNI yang sudah melanggar perjanjian yang sebelumnya sudah disepakati untuk tidak lagi kembali ke Desa Cot Morong.

Masa berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak. Beberapa diantaranya adalah para wanita dan anak anak. Mereka berkumpul di sekitaran Simpang KKA menuntut keadilan atas mereka.

Yel yel dan sorakan terdengar. Awalnya demonstrasi berlangsung terkendali. Para tentara turun dan berbincang dengan perwakilan pendemo walaupun dibelakangnya terdengar sorakan2 dari massa.

Pendemo kemudian mengirimkan 5 orang perwakilannya untuk berdialog kembali dengan komandan di markas Korem untuk menuntut janji yang dilanggar oleh tentara. Ketika negosiasi berlangsung, jumlah tentara yang datang dan mengepung pendemo bertambah banyak.

Kemudian aksi itu kemudian berubah menjadi kekacauan saat beberapa oknum warga yang merasa dikekang dengan kedatangan pasukan militer yang terus bertambah dengan melempari batu ke arah markas Korem. Dan membakar sepeda motor

Namun tiba tiba meletus tembakan yang mengarah ke kerumunan pendemo yang berasal dari aparat TNI satuan Detasmen Rudal 001/Lilawangsa dan Yonif 113/Jaya Sakti yang datang menggunakan 2 truk ke lokasi.

Massa berhamburan dan berlarian ke berbagai penjuru. Beberapa anak yang dibawa dalam gendongan terjatuh karena orang tuanya tersandung. Beberapa lagi harus berjalan merangkak karena letusan senjata api terus terdengar dan melintasi kepala kepala mereka.

Suara letusan tembakan itu terdengar bertubi tubi bak dalam medan perang. Warga terus menjauh dari lokasi seraya berteriak panik sedangkan militer terus bergerak menyisir lokasi,

Penembakan terjadi dalam jarak dekat. Beberapa warga hanya bisa bertiarap ke tanah, namun ada yg melaporkan bahwa tentara mendekati mereka dan menembaknya dari jarak dekat. Peluru berterbangan mengincar siapapun secara acak.

Selain melakukan tembakan ke arah masa, TNI juga mengarahkan tembakan ke rumah-rumah penduduk, sehingga banyak warga yang sedang di dalam rumah juga menjadi korban.

Koalisi NGO HAM Aceh mencatat sedikitnya 46 warga sipil tewas, 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang dalam peristiwa itu. Mirisnya, Tujuh dari korban tewas tersebut adalah anak-anak..

Wiranto, yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan sekaligus Kepala Angkatan Bersenjata, mengatakan di sebuah stasiun televisi swasta bahwa, "Tidak logis jika aparat negara menindas rakyat Aceh karena mereka dikirim ke sana untuk melindungi rakyat."

Pihak militer yang terlibat dalam penembakan ini mengklaim menggunakan peluru karet sebagai bentuk pertahanan diri karena warga melempari markas Koramil dengan batu. Meski begitu, sejumlah dokter di rumah sakit mengaku menemukan peluru timah di 38 jenazah dan 115 korban luka.

Tahun 2000, telah dilakukan penyelidikan dan pengkajian oleh Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh yang dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 88/1999. Dalam laporannya, komisi independen ini menyebutkan sebanyak 39 warga sipil tewas...

....(termasuk seorang anak berusia 7 tahun), 156 sipil mengalami luka tembak, dan sekitar 10 warga sipil dinyatakan hilang.

Belum ada kejelasan siapa pihak yang menjadi tersangka utama insiden pelanggaran HAM berat ini. Kasusnya seakan acuh tak acuh untuk diselidiki dan mulai buram. Hanya peringatan rutin setiap tahun untuk mengenang kejadian inilah yang membuatnya tetap berbekas di ingatan.

Kini di lokasi terjadinya penembakan itu didirikan sebuah tugu peringatan Tragedi Simpang KKA. Tugu berwarna kuning-orange dengan timbangan diatasnya. Dibawahnya terdapat nama nama para korban tewas dalam tragedi kelam itu.

sumber: quora

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved