Hukum-hukum Puasa Bagi Anak-anak Menurut Islam

Religi

Ilustrasi

Penulis:Bearita.com

“Anak kecil diperintahkan untuk berpuasa apabila;
- sanggup; dan
- tidak membahayakannya. 

Agar ia terbiasa dan senang berpuasa.”
————————————————————————
Melatih anak-anak berpuasa ialah kebiasaan generasi terbaik umat Islam, yaitu para sahabat Rasulullah. 

Sebelum puasa Ramadhan diwajibkan, puasa yang wajib bagi umat Islam adalah puasa Asyura (10 al-Muharram). Pada waktu informasi diwajibkannya puasa Asyura sampai kepada para sahabat, Rubayyiʼ bintu Mu‘awwidz radhiyallahu ‘anha mengatakan, 

فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ. 

“Maka kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk ikut berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makan, maka kami berikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai berbuka.” H.R. Al-Bukhari (1960) dan Muslim (1136).

📝 Usia Anak yang Sudah Bisa Dilatih Berpuasa 

Tidak ada batasan usia tertentu, persis seperti keterangan Syaikh al-‘Utsaimin di atas. Intinya, jika anak mulai sanggup menjalani puasa, saat itulah mulai dibiasakan, satu anak dengan anak lain berbeda-beda, ada yang sanggup di usia 6 tahun, ada yang 7 tahun, dan ada juga yang lebih. 

Urwah bin Zubair ialah salah satu dari 7 pakar fikih terkemuka di kota Madinah. Diceritakan oleh putra beliau, Hisyam, 

كَانَ أَبِي يَأْمُرُ الصِّبْيَانَ بِالصَّلَاةِ إِذَا عَقَلُوهَا، وَالصِّيَامِ إِذَا أَطَاقُوهُ.

“Ayah menyuruh anak-anak shalat ketika mereka paham apa itu shalat; dan beliau memerintah mereka berpuasa ketika sudah mampu.” Sanadnya Shahih (Mushannaf Abdurrazzaq, 7293).

Shahih dari Ibnu Sirin, az-Zuhri, dan Qatadah, bahwa mereka berkata, 

يُؤْمَرُ الصَّبِيُّ بِالصَّلَاةِ إِذَا عَرَفَ يَمِينَهُ مِنْ شِمَالْهِ، وَبِالصَّوْمِ إِذَا أَطَاقَهُ. 

“Anak kecil mulai disuruh shalat ketika sudah bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri; serta diperintah untuk berpuasa bila sudah sanggup.” Mushannaf Abdurrazzaq, 7290-7292.

Karena mereka belum wajib berpuasa, jadi ketika sangat kehausan atau dikhawatirkan sakit, maka tidak masalah bila puasanya dibatalkan. Sama saja antara anak laki-laki atau perempuan. 

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, 

إذا كان صغيراً لم يبلغ فإنه لا يلزمه الصوم ، ولكن إذا كان يستطيعه دون مشقة فإنه يؤمر به ، وكان الصحابة رضي الله عنهم يُصوِّمون أولادهم ، حتى إن الصغير منهم ليبكي فيعطونه اللعب يتلهى بها ، ولكن إذا ثبت أن هذا يضره فإنه يمنع منه. 

“Anak kecil yang belum baligh tidak wajib berpuasa. Namun, jika dia sudah bisa berpuasa tanpa kesulitan; maka saat itu sudah mulai diperintah. Para sahabat biasa melatih anak-anaknya berpuasa saat masih kecil. Bahkan di antara anak-anak tersebut ada yang sampai menangis, lalu diberi mainan [agar pikirannya teralihkan]. Tapi jika dilatih puasa itu dapat membahayakan kondisi anak, maka jangan.” Majmuʼ Fatawa wa Rasaʼil, 19/83.


📝 Anak yang Belum Baligh Akan Mendapatkan Pahala Jika Berpuasa 

Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, 

صيام الصبي كما أسلفنا ليس بواجب عليه بل هو سنة، له أجره إن صام، وليس عليه إثم إن أفطر، ولكن على ولي أمره أن يأمره به ليعتاده. 

“Puasa anak kecil seperti yang telah kami terangkan; hukumnya tidak wajib, tapi sunnah. Dia mendapat pahala jika berpuasa dan tidak berdosa kalau pun tidak puasa. Tapi orang yang merawat dan mengurusinya hendaklah memerintahkan dia berpuasa agar terbiasa.” Majmuʼ Fatawa wa Rasaʼil, 19/84.

📝 Tidak Sadar Bahwa Sudah Memasuki Usia Baligh 

Seperti anak yang sudah berusia 12 tahun dan sudah mengalami salah satu tanda baligh; tapi orang tuanya belum memerintahnya berpuasa, dianggap, karena belum 15 tahun atau masih anak-anak; akhirnya terkadang berpuasa terkadang tidak. 

Hal ini bisa terjadi karena ia atau orang yang merawatnya tidak paham bahwa ketika sudah ada salah satu tanda baligh, maka telah wajib berpuasa Ramadhan, meski usianya baru 11, 12, atau 13 tahun, misalnya. 

Di keadaan demikian, ia tidak berdosa karena tidak berpuasa. Namun, ia harus mengqadha sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Jika lupa jumlah harinya, maka ia perkirakan menurut persangkaan yang paling kuat. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, 

يلزمه القضاء، لأن عدم علم الإنسان بالوجوب لا يسقط الواجب، وإنما يسقط الإثم، فهذا الرجل ليس عليه إثم فيما أفطره، لأنه جاهل، ولكن عليه القضاء. 

“Orang yang tidak berpuasa karena tidak mengerti hukum, maka ia harus mengqadha. Karena ketidaktahuan seseorang terhadap suatu kewajiban tidak menjadikan amalan itu gugur; yang gugur hanyalah dosanya. Maka orang yang tidak berpuasa (karena tidak tahu hukum), ia tidak berdosa, tetapi diharuskan mengqadha.” Majmuʼ Fatawa wa Rasaʼil, 19/372.

Mirip ini, ada pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah, 

“Ketika berusia 14 tahun, saya mengalami datang bulan, tapi saya tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tahun itu. Perlu diketahui, hal itu terjadi karena saya dan keluarga tidak paham, karena kami jauh dari para ulama dan tidak mengerti. 

Saya baru berpuasa di usia 15 tahun, dan saya juga mendengar penjelasan dari sebagian ahli fatwa bahwa apabila wanita sudah mengalami datang bulan maka ia harus berpuasa meskipun belum mencapai usia baligh [15 tahun]. Kami mohon penjelasan tentang masalah ini?” 

Beliau menjawab, 

هذه السائلة التي ذكرت عن نفسها أنها أتاها الحيض في الرابعة عشرة من عمرها ، ولم تعلم أن البلوغ يحصل بذلك ؛ ليس عليها إثم حين تركت الصيام في تلك السنة ؛ أنها جاهلة ، والجاهل لا أثم عليه ، لكن حين علمت أن الصيام واجب عليها ؛ فإنه يجب عليها أن تبادر بقضاء صيام الشهر الذي أتاها بعد أن حاضت ؛ لأن الفتاة إذا بلغت ؛ وجب عليها الصوم. 

“Penanya yang menjelaskan tentang kondisinya yang telah haid di usia 14 tahun tetapi tidak mengetahui bahwa dengan itu berarti ia sudah baligh, maka ia tidak berdosa karena meninggalkan puasa di tahun itu. Disebabkan ia tidak paham; dan orang yang tidak mengerti tidak terkena dosa. 

Akan tetapi, ketika sudah tahu bahwa saat itu sebenarnya sudah wajib berpuasa, maka ia harus bersegera mengqadha puasa Ramadhan di tahun tersebut. Karena apabila wanita sudah baligh, maka wajib untuk berpuasa.” Al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh Shalih, 3/132.

‎✍ Hari Ahadi (NasehatEtam)

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved