Bagaimana Hukumnya Melakukan Adu Domba Dalam Islam?

Religi

Ilustrasi

Penulis:Bearita.com

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, 

وعَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَتّاتٌ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.”

Muttafaqun ‘alaihi [H.R. Al-Bukhari (6056) dan Muslim (105)]
————————————————————————
📖 Petikan Pelajaran dari Hadits 

Ada domba artinya seseorang menceritakan ucapan Si A tentang Si B kepada Si B tersebut dengan maksud merusak hubungan keduanya. 

Akhirnya, Si B marah dan membenci Si A. Mereka lalu bermusuhan, saling berpaling, saling menjauhi, dan tidak ada lagi kepedulian satu sama lain. 

Adu domba sangat berbahaya. Pelakunya kadang merasa sebagai penasihat bagi Si B tadi. Padahal yang dilakukannya tidak lain perbuatan yang merusak dan menghancurkan hubungan baik manusia. 

Karenanya, adu domba termasuk dosa besar. Dan Rasulullah ﷺ dalam hadits di atas sampai mengatakan, “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.”

Untuk itu, kita tidak boleh membiarkan ada orang yang melakukan adu domba di majelis berkumpul kita. 

Bahkan, kata Syaikh al-‘Utsaimin, jika ada seseorang yang menanyakan, “Apakah Si A ada berbicara begini tentangku?”, maka kita tidak wajib menjawabnya. Bisa mengalihkannya saja. Sebab menjawabnya juga masuk dalam bagian namimah (adu domba). 

Islam sangat perhatian terhadap segala hal yang dapat menjaga keutuhan hubungan sesama muslim. 

Karena itulah, pelaku namimah yang bisa menyebabkan retaknya hubungan persaudaraan iman mendapat ancaman yang begitu keras ini “tidak masuk surga”. 

📝 Apa yang dilakukan jika ada orang yang menceritakan kepada kita mengenai ucapan seseorang tentang kita? 

Jadi artinya, orang tersebut sudah melakukan adu domba. Sebab ucapan itu membuat kita marah dan tidak senang kepada orang yang membicarakan kita. 

Sikap yang benar kepada pelaku adu domba adalah [Fiqhu Bulugh al-Maram (5/148)]

  1. Tidak mempercayainya. Sebab pelaku namimah adalah orang fasik.
  2. Melarangnya dan menasihatinya.
  3. Membencinya karena Allah. Sebab Allah membenci pelaku namimah.
  4. Tidak berprasangka buruk kepada orang yang katanya membicarakan kita tersebut.
  5. Jangan mencari tahu atau berusaha menyelidiki kebenarannya: apa iya si fulan berbicara begitu tentang aku? Jangan. Abaikan saja. Anggap seperti angin lalu. Sebab pembawa beritanya saja sudah bermasalah.
  6. Jangan ikut menyebarkannya kepada orang lain. Jika sudah terlanjur mendengarnya, sudah. Tidak perlu lagi ikut menyebarkan seperti dengan ucapan, “Sedih rasanya, Si A bilang kalau aku begini begini...”

‎✍ Hari Ahadi (NasehatEtam)

Terkait
Sumber Referensi Cerdas | Beragam Informasi Unik dan Berani
Copyright ©2024 bearita.com All Rights Reserved